Nusa Penida banyak menyimpan cerita keberadaan pura. Seperti cerita di balik
Pura Batu Mas Kuning di Dusun Semaya, Desa Suana, Nusa Penida. Awalnya
tidak banyak yang tahu keberadaan pura ini. Namun, setelah keanehan ulam agung
terdampar di Pura Dalem Ped, yang menghebohkan warga, Pura Batu Mas Kuning
makin mengundang perhatian masyarakat sekitar. Apa yang terjadi?
Pura ini terletak
sekitar 12 kilometer dari Pelabuhan Kapal Roro Kutampi, atau empat kilometer
dari Pura Goa Giri Putri ke timur. Awalnya, keberadaannya sudah ada sejak dulu
kala, tepatnya di Tanjung Semaya. Pemangku setempat, Mangku Wayan Katon, Sabtu
(4/1) kemarin, mengatakan tahun 2000 pernah dilakukan melaspas dan ngenteg
linggih. Pascakarya tersebut, warga Nusa Penida digegerkan dengan munculnya
ulam agung berukuran sekitar panjang enam meter dan lebar empat meter,
terdampar di Pura Dalem Ped.
Dalam kondisi mati,
ikan besar itu makin menimbulkan bau busuk menyengat. Warga sekitar dikatakan
berupaya menghayutkannya ke tengah laut. Bangkainya terseret arus ke arah timur
dan menepi di sekitar Pura Batu Mas Kuning. Warga sekitar juga tak tahan dengan
bau busuknya. Sehingga, juga berupaya menghayutkannya ke tengah laut. ”Terlebih
pada saat itu masyarakat kami sedang melaksanakan upacara melasti,” kata Mangku
Katon.
Bahkan, untuk
menghayutkan bangkainya ke tengah laut, warga yang berani diberi hadiah berupa
leluputan ngayah.
Upaya menyingkirkan
bangkainya berhasil. Ikan itu kembali terbawa arus menuju ke arah timur sejauh
satu kilometer, dan terdampar di Pura Dalem Banjar Semaya. Karena tidak
mengganggu, bangkainya dibiarkan warga terdampar di pantai sampai beberapa
bulan. Namun, bangkainya kembali terbawa arus menuju pantai dekat Pura Batu Mas
Kuning.
Karena bau busuknya
mulai berkurang, warga membiarkannya. Tetapi, tiba-tiba budi daya rumput laut
setempat, yang menjadi mata pencaharian rumput laut mati total hampir setahun.
Akibatnya, warga dibuat kelimpungan dan bertanya-tanya. Apakah ada hubungannya
dengan bangkai tersebut?
Di tengah kebingungan
itu, beberapa warga mengaku bermimpi hal yang sama. Seperti pengakuan warga I
Made Luti dan beberapa perempuan lainnya, dalam mimpinya dikatakan ada orangtua
berpakaian putih, mengaku sebagai Mangku Segara yang ingin diaben. Mimpi ini
disampaikan ke masyarakat lain dan menyebar dari mulut ke mulut hingga dibahas
dalam paruman di desa. ”Saat itu terjadi perdebatan bahwa ikan tidak layak
diaben, sehingga saya diberikan mandat, menanyakannya kepada leluhur melalui
proses tenung,” katanya.
Rupanya, terungkap,
kalau ikan besar yang terdampar di Nusa Penida itu Ida Batara Sanghyang Baruna,
Manunggal ring Sanghyang Tiga Sakti Hasil tenung itu diperkuat dengan
sejumlah warga banjar lain, yang sempat kerauhan. Sejak saat itu, warga berbondong-bondong
ke tempat ulam agung itu. Warga juga akhirnya membuatkan palinggih darurat.
Banyak orang kerauhan, banyak pula yang sakit jadi sembuh karena tirta dari
palinggih di sana, sehingga makin banyak pamedek yang tangkil. Bahkan, sampai
terkumpul sumbangan pamedek sebesar Rp 200 juta. Dana itu langsung digunakan
untuk membangun pura.
Seiring dengan
pembangunan pura, pamedek yang datang juga makin banyak untuk berobat,
sembahyang, hingga mengharapkan anugrah berupa paica batu keris dan benda gaib
lainnya.
Tahun 2002, diadakan
karya agung di tengah laut dengan tari Rejang di tengah laut, tari Jangkang dan
pakelem agung serta upacara lainnya dengan menggunakan kapal tanker Gubernur
Bali saat itu, Dewa Beratha. Dewa Beratha juga hadir saat karya agung tersebut.
Sekarang, Pura Batu Mas Kuning juga disebut Pura Payogan Batara Baruna
Manunggal ring Sanghyang Tiga Sakti dengan empat kompleks pura.
Awalnya berupa Pura Puseh dan Segara,
bertambah dengan Pura Payogan Batara Sanghyang Tiga Sakti serta Pura Taman.
0 komentar:
Posting Komentar